MAHA SUCI ALLAH DARI TEMPAT, ARAH, BENTUK DAN UKURAN (HADD)

A. Allah Ada Tanpa Tempat

قال الله تعالى: ليس كمثله شىء (سورة الشورى: 11)

Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi) dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. asy- Syura: 11)


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : كان الله ولم يكن شيء غيره (رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود)

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud)


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أنت الظاهر فليس فوقك شىء وأنت الباطن فليس دونك شىء (رواه مسلم وغيره)

Maknanya: "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuau dibawah-Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).

روى الإمام مالك والإمام أحمد أن رجلا من الأنصار جاء بأمة سوداء وقال : يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة فإن كنت ترى هذه مؤمنة أعتقتها ، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله قالت : نعم ، قال : أتشهدين أنّي رسول الله ؟ قالت : نعم ، قال : أتؤمنين بالبعث بعد الموت ؟ قالت : نعم ، قال : أعتقها .

Al Hafizh al Haytsami (W. 807 H) dalam kitabnya Majma' az-Zawa-id Juz I, hal. 23 mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih". Riwayat ini adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar ajaran Islam, karena di antara dasar-dasar Islam bahwa orang yang hendak masuk Islam maka ia harus mengucapkan dua kalimat Syahadat bukan yang lain.
Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari di atas perkataan sayyidina Ali ibn Abi Thalib semoga Allah meridlainya:

قال سيدنا علي رضي الله عنه : "كان الله ولا مكان وهو الآن على ما عليه كان" (رواه أبو منصور البغدادي في الفرق بين الفرق / ص : 333)

Maknanya: "Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula ada tanpa tempat" (dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi dalam kitabnya al Farqu bayna al Firaq hal. 333).
.

وقال سيدنا علي رضي الله عنه : "إن الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتخذه مكانا لذاته" (رواه أبو منصور البغدادي في الفرق بين الفرق / ص : 333)

al Imam Ali semoga Allah meridhainya mengatakan yang maknanya: "Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaannya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya" (diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi dalam kitab al Farqu bayna al Firaq, hal. 333)

وقال سيدنا علي رضي الله عنه :" إن الذي أين الأين لا يقال له أين وإن الذي كيف الكيف لا يقال له كيف" (رواه أبو المظفر الإسفراييني في كتابه في التبصير في الدين / ص: 98)

Sayyidina Ali semoga Allah meridlainya juga mengatakan yang maknanya: "Sesungguhnya yang menciptakan aina (tempat) tidak boleh dikatakan baginya dimana (pertanyaan tentang tempat), dan yangmenciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan baginya bagaimana" (diriwayatkan oleh Abu Muzhaffar al Asfarayini dalam kitabnya at-Tabshir fi ad-Din, hal. 98)
Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari (W. 324 H) –semoga Allah meridlainya- berkata:
إن الله لا مكان له
"Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat" (diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' wa as-Shifat).

B. Allah Maha Suci Dari Arah, Bentuk dan Ukuran (Hadd)

المحدود عند علماء التوحيد ما له حجم صغيرا كان أو كبيرا والحد عندهم هو الحجم إن كان صغيرا وإن كان كبيرا الذرة محدودة والعرش محدود والنور والظلام والريح كل محدود

.

قال الإمام علي رضي الله عنه : " من زعم أن إلهنا محدود فقد جهل الخالق المحدود" (رواه أبو نعيم)

(diriwayatkan oleh Abu Nu'aym [W. 430 H] dalam Hilyah al Auliya, juz I hal. 72).
قال الإمام علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب المعروف بزين العابدين : "أنت الله الذي لايحويك مكان"، وقال: "أنت الله الذي لاتحد فتكون محدودا" وقال : "سبحانك لاتحس ولاتجس ولاتمس" (رواه الحافظ الزبيدي)

Al Imam As-sajjad Zayn al Abidin Ali ibn Al Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : "Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat, dan dia berkata : "Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk dan ukuran)", beliau juga berkata : "Maha suci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh" yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda . Allah maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al Ithaf dengan rangkaian sanad muttashil mutasalsil yang kesemua rawinya adalah ahl al Bayt, keturunan Rasulullah).
Al Imam Abu Hanifah semoga Allah meridainya berkata :

قال الإمام أبو حنيفة  : "من قال لا أعرف ربي أفي السماء هو أم في الأرض فقد كفر" رواه الماتريدي

"Barangsiapa mengatakan saya tidak tahu apakah Allah berada di langit ataukah berada di bumi maka dia telah kafir". (Diriwayatkan oleh al Maturidi dan lainnya ). Al Imam Syekh al 'Izz ibn 'Abd As-salam asy-Syafi'i dalam kitabnya Hall ar-Rumuz menjelaskan maksud Imam Abu Hanifah beliau mengatakan : karena perkataan ini memberikan persangkaan bahwa Allah bertempat dan barangsiapa yang menyangka bahwa Allah bertempat maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Demikian juga dijelaskan maksud Abu Hanifah ini oleh al-Bayyadli al-Hanafi dalam Isyaraat al-Maraam.
Al Imam al Hafizh ibn al Jawzi (W.597 H.) mengatakan dalam kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih :
"إن من وصف الله بالمكان والجهة فهو مشبه مجسم لله لا يعرف ما يجب للخالق"

Maknanya: "Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat dan arah maka ia adalah Musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan Makhluk-Nya) dan Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jisim: benda), yang tidak mengetahui sifat Allah".
Al Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani (W . 852 H) dalam Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari mengatakan :
ان المشبهة المجسمة لله تعا لى هم الذين وصفوا الله با لمكان والله منـزه عنه "

"Sesungguhnya kaum Musyabbihah dan Mujassimah adalah mereka yang mensifati Allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari tempat "
Di dalam kitab Al Fatawa al Hindiyyah, cetakan Dar Shadir, jilid II, hlm. 259 tertulis sebagai berikut: "Adalah kafir orang yang menetapkan tempat bagi Allah taala "
قال الإمام أبو حنيفة رضي الله عنه في كتابه الوصية: "ولقاء الله تعالى لأهل الجنة حق بلا كيفية ولا تشبيه ولا جهة"

Al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya –dalam kitabnya al Washiyyah berkata maknanya : "Bahwa penduduk surga melihat Allah ta'ala adalah perkara yang haqq (pasti terjadi), tanpa (Allah) disifati dengan sifat-sifat benda, tanpa menyerupai makhluk-Nya dan tanpa (Allah) berada di suatu arah "
Ini adalah penegasan al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- bahwa beliau menafikan arah dari Allah ta'ala dan ini menjelaskan kepada kita bahwa ulama salaf mensucikan Allah dari tempat dan arah.

قال الإمام مالك رضي الله عنه : "الرحمن على العرش استوى كما وصف نفسه ولا يقال كيف وكيف عنه مرفوع ." (رواه البيهقي في الأ سماء والصفات )

Al Imam Malik –semoga Allah meridlainya– berkata : "Ar-Rahman 'ala al-'Arsy istawa sebagaimana Allah mensifati Dzat(hakekat)-Nya dan tidak boleh dikatakan bagaimana dan kayfa (sifat-sifat makhluk) adalah mustahil bagi-Nya" (diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' wa ash-Shifat). Maksud perkataan al Imam Malik tersebut bahwa Allah maha suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam, berada di suatu tempat dan arah dan sebagainya.
Sedangkan riwayat yang mengatakan wa al kayf Majhul adalah tidak benar dan al Imam Malik tidak pernah mengatakannya.
قال الامام الشافعي رضي الله عنه :"من انتهض لمعرفة مدبره فانتهى إلى موجود ينتهي إليه فكره فهو مشبه وإن اطمأن إلى العدم الصرف فهو معطل وإن اطمأن إلى موجود واعترف بل العجز عن إدراكه فهو موحد "(رواه البيهقي وغيره)

Al Imam as Syafi'i - semoga Allah meridlainya –berkata: "Barangsiapa yang berusaha untuk mengetahui pengaturnya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir. Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang mengaturnya) maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan Allah). Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah) muslim" (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan lainnya)

قال الإمام أحمد بن حنبل والإمام ثوبان ابن إبراهيم ذو النو ن المصري رضي الله عنهما : "مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك " (رواه عن الإمام أحمد أبو الفضل التميمي ورواه عن ذي النو ن المصري الخطيب البغدادي )

Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Tsauban ibn Ibrahim Dzu an-Nun al Mishri salah seorang murid terkemuka al Imam Malik -semoga Allah meridlai keduanya- berkata: "Apapun yang terlintas dalam benakmu (tentang Allah) maka Allah tidak menyerupai itu (sesuatu yang terlintas dalam benak)" (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi dan al Khathib al Baghdadi). Syekh Ibnu Hajar al Haytami (W.974 H) dalam al Minhaj al Qawim h.64, mengatakan :"Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya meriwayatkan perkataan asy-Syafi'i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah semoga Allah meridlai mereka mengenai pengkafiran mereka terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah dan dia adalah benda, mereka pantas dengan predikat tersebut (kekufuran)". Al Imam Ahmad Ibn Hanbal –semoga Allah meridlainya- mengatakan : "Barang siapa yang mengatakan Allah adalah benda, tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir" (dinukil oleh Badr ad-Din az-Zarkasyi (W. 794 H), seorang ahli hadits dan fiqh bermadzhab syafi'i dalam kitab Tasynif al Masami' dari pengarang kitab Al Khishal dari kalangan pengikut madzhab Hanbali dari al Imam Ahmad ibn Hanbal).

قال الإمام أبو جعفر الطحاوي  المولود سنة 227 والمتوفى سنة 321 هـ : "تعالى (يعني الله) عن الحدود والغايات والأركان والأعضاء والأدوات لا تحويه الجهات الست كسائر المبتدعات"

Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi semoga Allah meridlainya (227-321 H) berkata: "Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya), Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut".
Perkataan al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi di atas merupakan ijma' (konsensus) para sahabat dan salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

Al Imam ath-Thahawi juga mengatakan :
ومن وصف الله يمعتى من معاني البشر فقد كفر
"Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KISAH PERTEMUAN KH. KHOLILURRAHMAN (RA LILUR – CICIT MBAH KHOLIL BANGKALAN MADURA) DENGAN GURU MULIA, PROF. DR. AL-HABIB AL-SYAIKH SALIM ‘ALWAN AL-HUSAINI (KETUA DARUL FATWA AUSTRALIA)